Diplomasi Aceh Dengan Negara-negara Lain dalam Kebudayaan Aceh
Nazwa Eskade
2022017018
Mata Kuliah Syariat, Adat dan Kebudayaan Aceh
|
Kesultanan
Aceh Darussalam mulai berdiri sejak abad ke-16 dengan Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan pertamanya. Pada saat itu,
Aceh merupakan kerajaan yang berpengaruh di kawasan Sumatera. Kesultanan Aceh
Darussalam menjadi ekspansif pada era kepemimpinan Sultan Alauddin al-Kahhar. Untuk memperluas kekuasaan dan Meningkatkan
perekonomiannya, Aceh berambisi untuk menguasai Selat Malaka yang menjadi jalur
perdagangan rempah-rempah internasional. Untuk itu, Aceh harus bersaing dengan
Kesultanan Johor dan Portugis yang menguasai Malaka.
Terdapat
berbagai motif yang mendasari perselisihan antara Kesultanan Aceh dengan
Portugis. Tidak hanya perkara politis, persaingan ekonomi hingga agama menjadi
motif yang menggambarkan hubungan antara Aceh dan Portugis. Tidak hanya
menguasai Malaka, Samudera Hindia pada saat itu didominasi oleh armada laut
Portugis. Kapal-kapal dagang dari Aceh yang berlayar menuju Timur Tengah (dan
sebaliknya) menjadi sasaran serangan kapal-kapal perang Portugis.
Merasa
dirugikan dengan manuver Portugis, Aceh kemudian mengirimkan utusan ke Turki,
meminta bantuan militer. Tercatat pada tahun 1547, di era Sultan Suleiman I, Duta Besar Aceh mendatangi Istanbul. Utusan dari
Aceh tersebut meminta bantuan militer berupa armada laut serta meriam untuk menghadapi
Portugis. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Sultan Suleiman I yang merasa bertanggungjawab melindungi
kapal-kapal muslim dari serangan Portugis.
Sejak
saat itulah, korespondensi antara Aceh dengan Turki pada abad ke-16 mulai
intensif dan berlanjut di era pemerintahan Sultan
Selim II. Sama seperti pendahulunya, Sultan
Selim II juga memberikan bantuan militer berupa kapal, pasukan artileri,
dan persenjataan lainnya yang dibutuhkan Aceh untuk menyerang Portugis. Untuk
itu, Turki mengirim sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Kurtoglu Hizir Reis ke Aceh. Meskipun kemudian ekspedisi
tersebut dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman Namun persenjataan
dan teknisi militer Turki berhasil tiba di Aceh.
Berdasarkan
catatan Portugis pada tahun 1582, setiap tahun Aceh mengirimkan utusan beserta
sejumlah hadiah seperti emas, batu mulia, rempah-rempah, dan parfum kepadaSultan Utsmani. Selain itu, Aceh juga
membangun perdagangan rempah-rempah ke Timur Tengah. Sebagai balasannya, Turki
memberikan bantuan militer berupa persenjataan, ahli militer, serta
perlindungan untuk Aceh. Hubungan tersebut kemudian menjadikan Aceh sebagai
wilayah protektorat Kesultanan Utsmani hingga abad ke-18. Menjadi bagian dari
imperium Kesultanan Utsmani, Kesultanan Aceh Darussalam kemudian menjadi negara
dengan kekuatan militer yang diperhitungkan di kawasan Sumatera dan Malaka.
Beberapa kali Aceh mampu mengalahkan Portugis dalam berbagai pertempuran.
Selain itu, kapal- kapal Aceh diizinkan menggunakan bendera Turki.
Lebih
lanjut, bendera Kesultanan Aceh Darussalam berwarna merah dengan bulan sabit,
bintang, dan pedang berwarna putih, menyerupai bendera Kesultanan Utsmani.
Salah satu peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam, Meriam Lada Secupak,
merupakan salah satu meriampemberian dari Turki[1]
B. ACEH DAN MALAYSIA
Aceh,
banyak tokoh dari Aceh yang datang ke Malaysia untuk membantu baik dalam
melawan penjajah maupun dalam penyebaran agama islam. Hal itu disampaikan
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA pada sambutannya dalam
penyambutan kunjungan Pengajar dari Institut Kemahiran MARA Sik Kedah dan
Sekolah Kebangsaan Agama Wataniah Kelantan Malaysia, Kamis (5/6) di Ruang
Sidang lantai 2 Biro Rektor kampus setempat.
Menurutnya,
hubungan antara Aceh dengan Malaysia dapat dilihat pada banyak sejarah yang
menuliskan tentang persahabatan antara orang Aceh dengan orang Malaysia, selain
itu juga ada tokoh Aceh Syamsuddin
As-Sumatrani yang menyebarkan ajaran islam di Malaysia sampai akhit
hayatnya dan dimakamkan di Malaka sebuah Negara bagian di Malaysia, dan
makamnya mencapai 13 meter.
"Aceh dan Malaysia sangat erat ikatan
persaudaraan, banyak orang Aceh telah menetap di Malaysia, bahkan di sana ada
namanya Kampung Yan yang lebih dikenal dengan sebutan Kampong Aceh, dan ini
sudah ada sejak lahun 1925," kata Farid.
Selanjutnya
Rektor menambahkan, setelah selain Syamsuddin
dan beberapa tokoh lainya, Sultan
Iskandar Muda juga datang ke Malaysia untuk membantu dalam melawan penjajahan,
sehingga ini tercatat dalam sejarah bahwa hubungan Aceh dengan Malaysia telah
terjalin sejak kepemimpinan kerajaan Aceh sejak zaman dulu.
Malaysia
sejak zaman dahulu telah memiliki ikatan yang sangat erat Bukan saja memiliki
hubungan satu Aqidah (agama), tetapi juga serumpun, yaitu rumpun Melayu.
Hubungan Aceh dan Malaysia sudah terjalin cukup lama, sejak penyebaran Islam
oleh ulama ulama dari Aceh zaman dahulu hingga saat ini hubungan yang kuat dua
bangsa ini masih terjalin. Tidak sedikit tokoh tokoh malaysia yang membantu
Aceh, baik sejak zaman kerajaan hingga sekarang. Penduduk Aceh cukup ramai yang
menjadi warga Malaysia, mereka bukan hanya sebagai pedagang, akan tetapi banyak
di antara mereka yang menjadi politisi, polisi, tentara, birokrat, dan berbagai
profesi lain. Masyarakat Malaysia pun tidak mempersalahkankehadiran bangsa Aceh
di sana, juga sebaliknya, Masyarakat Aceh cukup senang kehadiran masyarakat
Malaysia di Aceh.[2]
Komentar
Posting Komentar