Penerapan dan Sudut Pandang serta Pemberlakuan Hukum Keluarga Islam


   A.    Penerapan Hukum Keluarga Islam
Nama : Najuasah Putra
Nim : 2022017018
nazwacane@gmail.com
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Institut Agama Islam Negeri Langsa
Islam Lepas dari perbedaan mazhab fiqih yang dianut umat Islam seperti akan dibahas nanti,  yang pasti hukum kelurgaIslam hingga kini dan insya Allah hingga di masa-masa mendatang masih tetap dan akan terus berlaku di Dunia Islam. Bahkan di dunia non-Islam pun keluarga muslim secara umum tampak memiliki perlindungan dan jaminan hukum yang cukup memadai untuk memberlakukan hukum keluarga lslam bagi keluarga-keluarga muslim.  Terutama dalam hal perkawinan.
Dalam Universal Declarationof Human Rights(Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Asasi Manusia)  yang diproklamirkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 10 Desember 1948,  secara tegas dan lugas dinyatakan bahwa "Setiap lelaki dan wanita berhak untuk menikah dan membina sebuah keluarga,  setelah mereka mencapai umur tertentu.  Tidak menjadi masalah apa pun ras,  kebangsaan atau agama mereka itu.  Seorang lelaki dan seorang wanita hanya dapat menikah jika mereka berdua menghendakinya".
   B.     Sudut Pandang Hukum Keluarga Islam
Diktum hukum di atas tidak menjadi hambatan bagi orang-orang lslam yang hendak melangsungkan pernikahan menurut hukum agama yangmereka anut.Selain karena hukum perkawinan lslam yang mengatur perihal bentuk dan tata cara perkawinan secara baik dan sempurna;  deklarasi di atas juga sama sekali tidak melaran pelaksanaan perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama pasangan yang hendak melangsungkan akad nikah.
Seluruh umat Islam berkeyakinan bahwa dalam hukum keluarga terkandung nilai-nilai ubudiah dan kewajiban individu(fardhu ain)  yang berbeda dari kewajiban kolektif (fardhu kifayah) berkenaan dengan hukum-hukumtertentu (nonta'abbudi) yang penerapannya dimungkinkan semata-mata berdasarkanijtihad.  Berlainan dengan lapangan hukum publik,  seperti hukum tata negara(al-ahkam ad-dusturiyyah)  dan hukum internasional(al-ahkam ad-duwaliyyah),  yang penerapannya dapat selalu disesuaikan dengan kemaslahatan umat dan kepentingan umum,  dalam bidang hukum keluarga umat lslam telah memiliki keyakinan tersendiri yang demikian melekat dengan aqidah Islamiahnya.
Berkenaan dengan soal ini,  Ziba Mir-Hosseini antara lain menyatakan bahwa hubungan antara hukum dan masyarakat di Dunia Muslim kontemporer adalah sangat kompleks dan multidimensi.  Kompleksitas ini mencerminkan dorongan(hasrat)  yang melekat di dalam berbagai konsep lslam tentang hukum, terutama yang timbul dari kekaburan (kesamaran)  antara batas-batas kesucian di satu pihak dan keduniaan di pihak lain. Hukum,  dalam Islam memiliki dimensi transendental dalam keyakinan manusia muslim karena bersumberkan dari wahyu tetapi pada sisinya yang lain tujuan utama dari hukum adalah untuk membangun realitas manusia.
   C.    Pemberlakuan Hukum Keluarga lslam
Di negara negaraIslam dan negara-negara berpenduduk muslim ini sangat mudah dipahami karena hukum keluarga dalam pandang umat Islammengandung unsur-unsurta’abbudi(peribadatan) dan disamping itu juga mengandung nilai-nilai kesucian tidak bisa diabaikan begitu saja.  Benar bahwa antara negara Islam yang satu dengan negara lslam yang lain atau antara negara berpenduduk muslim yang satu dengan negara berpenduduk muslim yang lain terdapat sejumlah perbedaan dibalik persamaan atau persesuaian yang dijumpai,  namun perbedaan yang ada seperti akan diurai lebih jauh nanti tampak lebih berkenaan dengan hal-hal yang bersifat formal adminstratifdaripada persoalan-persoalan hukum yang bersifat substansial-normatif.
Berkenaan dengan pemberlakuan hukum keluarga lslam khususnya perkawinandi Dunia Islam,  Tahir Mahmoodmencoba memetakannya dari sudut pandang pemberlakuan undang-undang.  Menurutnya,  dilihat dari sudut pandang hukum dan undang-undang perkawinan.
Negara-negara lslam atau negara-negara berpenduduk muslim dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
 1.      Kelompok negara-negara yang mengikuti(memberlakukan) hukum keluarga Islam secara tradisional,  di mana hukum keluarga Islam klasik-tradisional diberlakukan menunt mazhab yang bervariasi sebagai warisan yang bersifat turun-temurun,  tidak pernah berubah dan tidak pula dikodifikasi hingga masa-masa sekarang.  Di antara negara negara yang tergolong ke dalam kelompok ini ialah SaudiArabia,  Yaman,  Bahrain,  dan Kuwait.
Di Saudi Arabia,  yang konstitusinya memerintahkan supaya semua legislasi harus merujuk kepada Al-quran dan Sunnah,  dalam penerapan hukum, termasuk hukum keluarga sistem hukum legal tradisionalnya merujuk kepada aliran (mazhab)  Hanbali.  Hal yang samapenganutan terhadap mazhab Hanbalijuga berlaku di Qatar.  Di Yaman,  berlaku mazhab Syi'ah Zaidiyah di samping mazhab Syafi'i dan mazhab Hanafi.  Di Bahrein,  berlaku mazhab Maliki, mazhab Syafi'i dan sebagian mazhab Syi'ah.  Demikian pula dengan Kuwait yang masih terus menjadi salah satu pusat negara yang mempertahankan hukum keluarga Islam klasik,  umumnya menganut mazhab Maliki.
Di Afrika,  di antara negara-negara yang mana Islam merupakan agama yang sangat dominan semisal Chad, Gambia,  Guinea,  Mali,  Mauritania,  Niger,  Senegal dan tidak terkecuali Somalia,  hingga saat ini terus berusaha untuk melakukan pembaruan mengenai prinsip-prinsip hukum keluarga Islam yang berlaku secara lokal.  Di negara-negara yang penduduk muslimnya minoritas,  seperti muslim Thailand di tengah-tengah mayoritas penduduk Budhis,  secara tradisional berlaku pula hukum keluarga lslam bermazhab Syafi'i.  Demikian pula halnya dengan penduduk muslim di Burma.
   2.      Kelompok negara-negara sekular di mana hukum keluarga Islam telah ditinggalkan dan digantikan dengan undang-undang hukum modern yang berlaku untuk seluruh penduduk dandapat dikatakan terlepasdari agama mereka. Di antara contohnya yang paling terkemuka ialah Turki di samping Albania.  Turki,  yang oleh Edward Mortimer dan lain-lain dijuluki sebagai Bangsa Muslim dengan NegaraSekular,memberlakukan code civil,  yang pasti didasarkan pada hukum hukum Barat,  diadopsi oleh negara-negara ini setelah runtuh kekuasaan Ottoman(Ottoman Empire).  Code civil Turki 1926,  bersumber pada code civil Switzerland 1912,  yang mengangkat materi-materi hukum Islam yang prinsipil.  Hukum keluarga ini,  termasuk di dalamnya hukum kewarisan yang tidak dibawa(dimasukkan)  ke dalam code civil Turki yang baru,  bagaimanapun secara serius telah menimbulkan konflik di kalangan orang-orang Islam tradisionalis.
  3.      Kelompok negara-negara yang telah melakukan pembaruan hukum keluarga Islam.  Kelompok-kelompok negara yang digolongkan ke dalam kelompok ketiga ini telah melakukan pembaruan hukum keluarga.  Antara tahun 1920 dan 1946,  Mesir mulai mengadakanreformasisedikit demi sedikit,dengan menggunakan(perpaduan/koalisi) mazhab Hanafi-Syafi'i,  yang kemudian diikuti oleh masyarakatnya.  Sedangkan negara-negara lain yang telah melakukan hal serupa adalah Sudan,  Jordan,  Syria,  Tunisia Maroco,  Algeria,  Irak,  Iran dan Pakistan.  Semua ini termasuk negara-negara yang digolongkan ke dalam negara Islam.  Sementara satu-satunya negara dengan minoritas muslim yang menerapkan hukum keluarga,  yaitu yang berhubungandengan hak-hak wanita terhadap pembubaran perkawinan(perceraian)  oleh Pengadilan yang direformasi adalah India. Pada tahun 1937,  India telah memiliki apa yang disebut dengan The Moslem Personal Law(AplicationAct 1937) yang mengatur hukum keluarga warga negara India yang beragama Islam.  Kini tidak hanya India yang memiliki hal seperti itu. Sebab Singapura,  seperti akan disinggung pada bagian lain nanti,  umat Islamnya juga telah memiliki bagian undang-undang yang mengatur hukum keluarga lslam khususnya perkawinan.[1]




[1] Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal.160-165.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Alasan dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia

Agama dan Lingkungan dalam Konsep Fiqih Al-Biah