Pandangan Psikologi Tentang Poligami dalam Hukum Keluarga Islam
A. ARTI POLIGAMI DAN PSIKOLOGI
1. Pengertian
“Psikologi”
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya
jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti :
“ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun
latar belakangnya”. Jadi pengertian psikologi diartikan sebagai ilmu yang
membahas tentang pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis
dengan metode-metode ilmiah, atau ilmu yang mempelajari tingkalaku seseorang,
dan pribadi seseorang.
2. Arti
Poligami.
Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak
(suami) mengawini beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan,
bukan saat ijab qabul melainkan dalam
menjalani hidup berkeluarga, sedangkan monogamy berarti perkawinan yang hanya
membolehkan suami mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.
Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang
pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Yang asli
didalam perkawinan adalah monogamy, sedangkan poligami datang belakangan sesuai
dengan perkembangan akal pikiran manusia dari zaman ke zaman.
Menurut para ahli sejarah poligami mula-mula dilakukan
oleh raja-raja pembesar Negara dan orang-orang kaya. Mereka mengambil beberapa
wanita, ada yang dikawini dan ada pula yang hanya dipergunakan untuk
melampiaskan hawa nafsunya akibat perang, dan banyak anak gadis yang
diperjualbelikan, diambil sebagai pelayan kemudian dijadikan gundik dan
sebagainya. Makin kaya seseorang makin tinggi kedudukanya, makin banyak mengumpulkan wanita. Dengan
demikian poligami itu adalah sisa-sisa pada waktu peninggalan zaman perbudakan yang mana hal
ini sudah ada dan jauh sebelum masehi.
Poligami adalah salah satu bentuk masalah yang dilontarkan
oleh orang-orang yang memfitnah Islam dan seolah-olah memperlihatkan semangat
pembelaan terhadap hak-hak perempuan. Poligami itu merupakan tema besar bagi
mereka, bahwa kondisi perempuan dalam masyarakat Islam sangat memprihatinkan
dan dalam hal kesulitan, karena tidak adanya persamaan antara laki-laki dan
perempuan.
Sebagaimana dikemukakan oleh banyak penulis, bahwa
poligami itu berasal dari bahasa Yunani, kata ini merupakan penggalan kata Poli
atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti kawin
atau perkawinan. Maka jikalau kata ini digabungkan akan berarti kata ini
menjadi sah untuk mengatakan bahwa arti poligami adalah perkawinan banyak dan
bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas.
Namun dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang
lebih dari satu dengan batasan. Umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita
saja 4 wanita.[1]
B. PANDANGAN PSIKOLOGI TERHADAP POLIGAMI
Poligami adalah suatu hal yang dilakukan dengan suatu
kesadaran manusia yang tumbuh dari keinginan manusia dengan berbagai alasan.
Maka alasan poligami merupakan hal yang sangat disenangi oleh orang-orang yang
berkeinginan dalam hal poligami. Kesadaran juga bisa diartikan sebagai kondisi
dimana seorang individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal
maupun stimulus eksternal. Namun, kesadaran juga mencakup dalam persepsi dan
pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh individu sehingga akhirnya
perhatiannya terpusat. Ada dua macam
kesadaran, yaitu:
1. Kesadaran
Pasif
Kesadaran pasif adalah keadaan dimana seorang individu
bersikap menerima segala stimulus yang diberikan pada saat itu, baik stimulus
internal maupun eksternal.
2. Kesadaran
Aktif
Kesadaran aktif adalah kondisi dimana seseorang menitik
beratkan pada inisiatif dan mencari dan dapat menyeleksi stimulus-stimulus yang
diberikan. Jadi poligami merupakan suatu
hal yang dilakukan dalam alam sadar pribadi seseorang, seperti penjelasan
Sigmund Freud bahwa alam sadar adalah satu-satunya bagian yang memiliki kontak
langsung dengan realitas. Jadi Poligami bisa terjadi seperti yang dikemukan
oleh Carl G. Jung bahwa persepsi, ingatan, pikiran dan perasaan-perasaan sadar
dan bekerja pada tingkat perasaan identitas dan kontinyuitas seseorang dan Ego
seseorang yang dimiliki ditampilkan secara sadar pada dirinya, atau poligami
terjadi karena pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi, atau penekanan
kenangan pahit kedalam personal unconscious dapat dilakukan oleh diri sendiri
secara mekanik namun bisa juga karena desakan dari pihak luar yang kuat dan
lebih berkuasa. Atau suatau masalah yang terorganisir dari perasaan, pikiran
dan ingatan-ingatan yang ada dalam personal unconscious. Setiap kompleks
memilki inti yang menarik atau mengumpulkan berbagai pengalaman yang memiliki
kesamaan tematik, semakin kuat daya tarik inti semakin besar pula pengaruhnya
terhadap tingkah laku manusia. Bahkan orang melakukan poligami karena ingatan
yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang yang tidak hanya meliputi
sejarah ras manusia sebagai sebuah spesies tersendiri tetapi juga leluhur nenek
moyangnya. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran yang berkaitan
dengan aspek-aspek kehidupan, yang dianut oleh generasi terentu secara hampir
menyeluruh dan kemudian ditampilkan berulang-ulang pada beberapa generasi
berikutnya.
Maka Para psikologi juga melihat sesorang melakukan
poligami karena banyak alasan dan sepertinya poligami bisa dibenarkan karena
alasan-alasan tersebut. dan kalau melihat kembali sedikit penjelasan yang sudah
diterapkan dalam pendahuluan bahwa
poligami ini merupakan solusi terhadap masalah tertentu. Dan bahwa
Poligami dapat dibenarkan dengan ketentuan yang ketat, yang diatur oleh negara
maupun agama. Misalnya, poligami mungkin bisa dibenarkan jika seorang suami ingin
keturunan, namun sang istri tidak bisa memberikannya keturunan, karena alasan
sakit dan sebagainya. Masalahnya, cerai bukanlah jalan keluar terbaik bagi
sebuah rumah tangga. Jadi Poligami adalah jalan keluar yang terbaik. Sebab,
istri pertama masih akan tetap mendapat nafkah dari suaminya. Sedangkan cerai
bisa saja berakibat buruk bagi istri pertama. Si istri pertama tidak akan
mendapat nafkah dan tidak bisa lagi berdampingan dengan lelaki yang
dicintainya. Maka Tentu saja, suami harus berlaku adil sesuai dengan hukum yang
berlaku. Walau bagaimanapun juga, pada kenyataannya, poligami ini merupakan
suatu jalan yang dibenarkan, dengan syarat-syarat yang ketat, menurut hukum
negara maupun hukum agama tertentu. Berikut ini beberapa alasan yang paling
umum ditemui di masyarakat:
1. Istri
tidak bisa memberikan keturunan.
2. Istri
tidak bisa memuaskan pria untuk urusan ranjang, bisa karena alasan sakit atau
karena
masalah lainnya.
3. Istri
tidak bisa memberikan kepuasan suami, dalam hal rohani maupun jasmani.
4. Sang
suami mencintai perempuan lain, sedang ia tidak ingin melepaskan istri sahnya.
5. Suami
ingin meyalurkan hasratnya terhadap perempuan lain, dengan jalan yang
dibenarkan.
6. Suami
ingin menambah keturunan, sementara mungkin istri sudah tidak bisa lagi
memberikan keturunan, atau ingin keturunan dari perempuan lain.
7. Pernikahan
pertama tidak mendapat restui dari pihak keluarga, baik itu dari pihak pria
atau perempuan.
8. Merasa
sanggup untuk berbuat adil, karena cukup materi dan cukup pengetahuan.
9. Suami
tidak merasa bahagia dengan rumah tangga pertamanya, atau karena ada masalah
lainnya. Jadi dari Alasan-alasan diatas sangatlah mempengaruhi pribadi-pribadi
atau untuk melakukan poligami.[2]
Pandangan pertama tentang pandangan psikologi tentang
poligami dapat saya simpulkan bahwa poligami sekalipun sepertinya hanya sebatas
untuk penyaluran hasrat seksual dan hanya untuk memuaskan
keinginan-keinginannya namun dapat dibenarkan oleh seorang psikolog karena
alasan-alasan yang jelas masuk akal, atau dibenarkan karena ada persetujuan
pria dan wanita dalam rumah tangga yang bersangkutan. Jadi poligami di terima
oleh ilmu psikologi sebagai hasil pembenaran karena alasan-alasan diatas.
C. PANDANGAN AGAMA TENTANG POLIGAMI
Poligami dalam
Islam merupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak larang namun tidak
dianjurkan). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang
istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh
istrinya ( Surat an-Nisa ayat 3,4: 4 ) yang artinya :
" Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, ** maka (nikahilah) seorang saja,** atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.**Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim ". 3 " Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.** Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mas kawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. " 4
D. DAMPAK YANG DI SEBABKAN KARENA POLIGAMI
. 1. Dampak
Positif Poligami
1)
Mencegah
perzinahan,
2)
Mencegah
pelacuran,
3)
Mencegah
kemiskinan,
4)
Meningkatkan
ekonomi keluarga.
a. Dampak
psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi
kebutuhan biologis suaminya.
b. Dampak
ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.[3] (SKD)
[2]
Mansour Fakih,. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999).Hal.98.
[3]
Fada Abdul Razak Al-Qoshir, Wanita Muslimah Antara Syari`At Islam Dan
Budaya Barat, ( Yogyakarta: Darussalam Offset, 2004 ).Hal.42-45.
Semoga bermanfaat bagi orang banyak...
BalasHapus